10 November 2012

Antara Menaati Orang Tua dan Suami

Antara Menaati Orang Tua dan Suami


Seorang wanita yang telah menikah dihadapkan pada dua perintah yang berbeda. Kedua orang tuanya memerintahkan suatu perkara mubah, sementara suaminya memerintahkan yang selainnya. Lantas yang mana yang harus ditaatinya, kedua orang tua atau suaminya? Mohon disertakan dalilnya!

Jawab:

Asy-Syaikh Al-’Allamah Al-Muhaddits Abu Abdirrahman Muhammad Nashiruddin Al-Albani menjawab: “Ia turuti perintah suaminya. Dalilnya adalah seorang wanita ketika masih di bawah perwalian kedua orang tuanya (belum menikah) maka ia wajib menaati keduanya. Namun tatkala ia menikah, yang berarti perwaliannya berpindah dari kedua orang tuanya kepada sang suami, berpindah pula hak tersebut yaitu hak ketaatan dari orang tua kepada suami. Perkaranya mau tak mau harus seperti ini, agar kehidupan sepasang suami istri menjadi baik dan lurus/seimbang. Jika tak demikian, misalnya ditetapkan yang sebaliknya, si istri harus mendahulukan kedua orang tuanya, niscaya akan terjadi kerusakan yang tak diinginkan. Dalam hal ini ada sabda Rasulullah dalam sebuah hadits:

“Apabila seorang wanita mengerjakan shalat lima waktunya, ia menaati suaminya dan menjaga kemaluannya, niscaya ia akan masuk ke dalam surga Rabbnya dari pintu mana saja yang ia inginkan.”

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

(Al-Hawi min Fatawa Asy-Syaikh Al-Albani, hal. 448)

Sumber: www.asysyariah.com Majalah Asy-Syariah Edisi 027

Misi Nabi Isa Turun ke Bumi

Misi Nabi Isa Turun ke Bumi


Nabi Isa diturunkan ke muka bumi memang bukan dalam kapasitasnya sebagai Rasul yang menyerukan syariat baru. Tidak pula menghapus syariat nabi terakhir Muhammad. Lantas misi apa yang beliau emban?

Merujuk kepada hadits-hadits yang lalu, kita akan mengetahui misi Nabi Isa ketika turunnya. Di antaranya:

1. حَكَمًا عَدْلًا, sebagai hakim yang adil.
Al-Imam An-Nawawi menerangkan: “Yakni beliau turun sebagai hakim dgn (hukum) syariat ini, bukan turun sebagai nabi yang membawa risalah tersendiri atau syariat yang menghapus (syariat Nabi Muhamad). Bahkan beliau adalah salah seorang hakim di antara hakim-hakim umat ini. (Syarah Muslim, 2/366. Demikian pula Ibnu Hajar t menerangkan dlm Fathul Bari, 6/491)
Ibnu Abi Dzi’b mengatakan kepada Al-Walid bin Muslim, ketika menyampaikan hadits Abu Hurairah, bahwa: “Nabi Isa mengimami/memimpin kalian dengan kitab Rabb kalian dan Sunnah Nabi kalian.” (Shahih Muslim 1/369-392 Kitabul Iman, Fi Nuzul Ibnu Maryam. Cet. Darul Ma’rifah).

2. يَكْسِرَ الصَّلِيبَ, memecah atau menghancurkan salib.
Ibnu Hajar mengatakan: “Yakni membatalkan agama Nasrani, dengan cara menghancurkan salib dengan sebenar-benarnya, serta membatalkan apa yang diyakini oleh orang Nasrani tentang keagungannya.” (Fathul Bari, 6/491).

3. َيَقْتُلَ الْخِنْزِيرَ, membunuh babi.
Al-Imam An-Nawawi mengatakan bahwa padanya terdapat dalil bagi pilihan madzhab kami (madzhab Asy-Syafi’i) dan madzhab mayoritas para ulama bahwa bila kita mendapati babi di negeri peperangan atau negeri aman sementara kita dapat membunuhnya maka hendaknya kita membunuhnya. (Syarhun Nawawi, 2/367).

4. يَضَعَ الْـجِزْيَةَ, meletakkan atau menggugurkan jizyah.
Jizyah adalah semacam upeti yang dibebankan kepada ahlul kitab yang hidup di tengah negeri muslimin, ketika mereka tak mau memeluk agama Islam. Dengan itu, mereka boleh tinggal di negeri muslimin serta mendapatkan jaminan keamanan dari muslimin. Tapi dengan turunnya Nabi Isa maka Islam tak lagi menerima jizyah, yang juga berarti tak diterimanya lagi dari ahlul kitab kecuali Islam. Al-Imam An-Nawawi mengatakan: “Makna yang benar adalah bahwa beliau tak akan menerima jizyah, tak menerima dari orang kafir kecuali Islam, dan orang kafir yang tetap ingin membayar jizyah, mereka tak akan dilindungi. Bahkan beliau tak akan menerima kecuali Islam atau kalau tidak, dibunuh. Demikian dikatakan Abu Sulaiman Al-Khaththabi dan yang lain dari kalangan para ulama.” (Syarhun Nawawi, 2/367).

5. Mengajak orang utk masuk Islam atau memerangi manusia demi Islam.
Disebutkan dlm hadits dari Abu Hurairah, Nabi bersabda:

لَيْسَ بَيْنِي وَبَيْنَهُ نَبِيٌّ -يَعْنِي عِيسَى- وَإِنَّهُ نَازِلٌ فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَاعْرِفُوهُ رَجُلٌ مَرْبُوعٌ إِلَى الْحُمْرَةِ وَالْبَيَاضِ بَيْنَ مُمَصَّرَتَيْنِ كَأَنَّ رَأْسَهُ يَقْطُرُ وَإِنْ لَمْ يُصِبْهُ بَلَلٌ فَيُقَاتِلُ النَّاسَ عَلىَ الْإِسْلَامِ فَيَدُقُّ الصَّلِيبَ وَيَقْتُلُ الْخِنْزِيرَ وَيَضَعُ الْجِزْيَةَ وَيُهْلِكُ اللهُ فِي زَمَانِهِ الْـمِلَلَ كُلَّهَا إِلاَّ الْإِسْلَامَ وَيُهْلِكُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ فَيَمْكُثُ فِي الْأَرْضِ أَرْبَعِينَ سَنَةً ثُمَّ يُتَوَفَّى فَيُصَلِّي عَلَيْهِ الْمُسْلِمُونَ

“Tidak ada antara aku dengan dia nabi –yakni Isa– dan ia pasti turun, dan bila kamu melihatnya maka ketahuilah dia Seorang lelaki yang tingginya sedang, agak merah dan putih, antara dua pakaian yang berwarna agak kuning, seakan-akan kepalanya meneteskan air, walaupun tak basah. Lalu ia memerangi manusia agar masuk Islam, menghancurkan salib, membunuh babi, menghilangkan jizyah, dan pada masanya, Allah hancurkan agama-agama seluruhnya kecuali Islam, dan ia membunuh Al-Masih Ad-Dajjal, lalu ia tinggal di bumi selama 40 tahun. Kemudian ia wafat lalu kaum muslimin menyalatinya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud no. 4324, dan Ibnu Hibban. Dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari, 6/493 dan Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 2182).

Oleh: Al-Ustadz Qomar ZA, Lc.

Sumber: www.beritani.com

Istiqamah di Jalan Allah

Istiqamah di Jalan Allah


Teguh hati, istiqamah berada di jalan-Nya merupakan dambaan setiap insan beriman. Kekhawatiran tergelincir meniti jalan hidup ini, menyempal dari barisan orang-orang nan kukuh di atas tauhid, menjadikan diri tak berasa aman. Tumbuh ketakutan akan syirik atau nifak bercokol pada diri. Betapa tidak. Seorang nabi Allah, Khalilu Ar-Rahman (kekasih Ar-Rahman) dan imam orang-orang yang hanif (lurus) di jalan-Nya, Ibrahim q pun tetap memohon kepada Rabbnya agar dijauhkan dari penyelewengan tauhid. Al-Khalil pun memohon:

“Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari menyembah berhala-berhala.” (Ibrahim: 35)

Tumbuh pada diri Nabi Ibrahim kekhawatiran atas dirinya terjerembab jatuh pada kesyirikan, padahal dirinya seorang nabi, kekasih Allah, dan imam al-hunafa’. Maka bagaimana dengan diri kita? Semestinya lebih pantas lagi kekhawatiran dan ketakutan itu menyembul dalam dada kita. Jangan merasa aman dari kesyirikan. Jangan pula merasa aman dari nifak. Tidak ada orang yang merasa aman dari sikap nifak kecuali dia seorang munafik. Dan tiadalah seorang yang takut bahwa sikap nifak bakal tumbuh bercokol pada dirinya melainkan dia seorang mukmin. Lantaran ini pula, Ibnu Abi Mulaikah berkata:

أَدْرَكْتُ ثَلَاثِينَ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ كُلَّهُمْ يَخَافُ النِّفَاقَ عَلَى نَفْسِهِ

“Aku mendapati 30 sahabat Nabi n, seluruhnya merasa takut terhadap nifak yang bakal menimpa dirinya.” (Shahih Al-Bukhari, Kitabul Iman, Bab Khaufil Mu’min min an Yahbatha ‘Amaluhu wa Huwa La Yasy’uru)

Begitu pula dgn seorang sahabat mulia, Umar bin Al-Khaththab. Dirinya takut sikap nifak itu melekat padanya. Saat Nabi menyebutkan secara rahasia nama-nama orang munafik kepada Hudzaifah ibnul Yaman, timbul pada diri Umar kegalauan. Jiwanya merasa tak tenang. Khawatir namanya termasuk dlm deretan orang-orang munafik yang disebutkan Rasulullah. Maka, untuk mengusir rasa galau di hati, menepis kekhawatiran yang bersemi, dan menambah ketenangan hati, Umar menanyakan langsung kepada Hudzaifah ibnul Yaman. Kata Umar: “Wahai Hudzaifah, semoga Allah memuliakanmu. Apakah Rasulullah menyebutkan namaku kepadamu bersama nama-nama orang munafik?” Jawab Hudzaifah: “Tidak. Tidak ada (nama) seorang pun yang terbersihkan setelah (nama)mu.” Apa yang diperbuat Umar adalah guna menambah ketenangan dirinya. Padahal sungguh Nabi telah mempersaksikan bahwa dia termasuk sahabat yang mendapatkan jannah (surga). (Al-Qaulul Mufid ‘ala Kitabit Tauhid, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin, hal. 76, Thariqul Hijratain, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, hal. 504)

Siapakah yang bisa menjamin masing-masing diri ini? Sementara orang yang jauh lebih mulia dan utama merasakan ketidaknyamanan, takut terkotori kesyirikan, ternodai nifak. Tentu, semestinya masing-masing diri ini harus lebih terusik lagi perasaan tak aman dan khawatir terpelanting ke dalam lembah syirik dan nifak. Di tengah zaman, kala banyak manusia terpagut kemelut hidup, budaya syahwat dan syubuhat setiap saat berkelebat. Sedangkan tipuan dunia begitu menyilaukan. Karenanya, memohon kepada Allah agar menetapkan diri ini di atas jalan-Nya adalah sebuah kemestian. Hati manusia ada di antara dua jari-jemari Ar-Rahman. Dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, ia pernah mendengar Rasulullah bersabda:

إِنَّ قُلُوبَ بَنِي آدَمَ كُلَّهَا بَيْنَ إِصْبِعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ الرَّحْمَنِ كَقَلْبٍ وَاحِدٍ يُصَرِّفُهُ حَيْثُ يَشَاءُ. ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللهِ اللَّهُمَّ مُصَرِّفَ الْقُلُوبِ، صَرِّفْ قُلُوبَنَا عَلَى طَاعَتِكَ

“Sesungguhnya hati bani Adam seluruhnya di antara dua jari dari jari-jemari Ar-Rahman. Seperti hati satu orang, Dia palingkan ke mana Dia kehendaki.” Kemudian Rasulullah bersabda: “Ya Allah, Dzat yang membolak-balikkan hati, palingkanlah hati kami pada ketaatan kepada-Mu.” (HR. Muslim, no. 2654)

Maka, hendaklah seseorang menata diri dgn amal-amal kebaikan guna menyongsong hari akhirat kelak. Saat manusia dikumpulkan Allah pada hari kiamat, saat itu manusia diberi cahaya atas dasar amalnya. Al-Imam Al-Baihaqi telah meriwayatkan dengan sanadnya dari Masruq bin Al-Ajda’, dari Abdullah bin Mas’ud, dia berkata: “Allah mengumpulkan manusia pada hari kiamat, lantas mereka diberi cahaya atas kadar amal-amalnya. Di antara mereka ada yang diberi cahaya semisal gunung antara kedua tangannya. Di antara mereka ada yang diberi cahaya yang lebih dari itu (dalam riwayat lain: kurang dari itu). Di antara mereka ada yang diberi cahaya (semisal) pecahan kurma di tangan kanannya, dan sebagian lain tanpa hal itu di tangan kanannya. Hingga pada akhirnya ada orang yang diberi cahaya atas ibu jari kakinya, sekali menyala sekali padam. Apabila menyala, melajulah kakinya. Apabila padam, dia hanya berdiri. Maka, manusia pun melintasi ash-shirath (jembatan yang berada di atas neraka Jahanam). Adapun ash-shirath ini seperti mata pedang. Licin menggelincirkan. Kemudian dikatakan kepada mereka: ‘Jalanlah kalian dengan cahaya kalian masing-masing.’ Sebagian mereka melintas bagai melesatnya meteor. Sebagian lagi melintas seperti angin, sebagian yang lain seperti kuda. Sebagiannya lagi seperti unta berlari. Dia berjalan atau laju cepat. Mereka melintasi (ash-shirath) atas dasar amal-amalnya. Hingga ada yang melintasi ash-shirath tersebut dengan cahaya pada ibu jari kakinya. Mengupayakan keras (dengan) tangan, (hingga) menggelantung. Kaki diseret, (hingga jatuh) berjuntai. Berhasillah dirinya menjauhi neraka. Mereka adalah orang-orang yang berhasil menyeberang dengan selamat. Mereka berkata: ‘Alhamdulillah (segala puji bagi Allah) yang telah menyelamatkan kami darimu (neraka) setelah kami melihatmu (neraka). Sungguh Allah telah memberi kami sesuatu yang tak diberikan kepada yang lain.” (Majma’ Az-Zawa’id, Al-Haitsami, no. 18352-18353. Lihat Syarh Al-Aqidah Ath-Thahawiyyah, Ibnu Abil Izzi, 2/632-633)

Demikianlah keadaan hari kiamat. Sebuah potret kehidupan masa mendatang yang bakal dilalui manusia. Bagi yang memiliki keimanan dalam hati, gambaran di alam akhirat itu akan melecut utk segera bergegas beramal. Merajut kebaikan. Menebar keshalihan. Mengumpulkan bekal guna memetik kenikmatan hidup di kampung akhirat kelak. Berlomba dan senantiasa terus berlomba, seakan merasakan kematian sudah di pelupuk mata. Sudah dekat. Sudah tak ada lagi yang harus dilakukan kecuali beramal dan beramal. Tentunya semua itu didasari keikhlasan.

Gambaran alam akhirat itu memberi pengaruh bagi orang yang beriman untuk senantiasa berhias dengan perilaku, tutur kata, dan sikap mulia. Sebab, dirinya tak hendak menuai petaka di akhirat. Yang hendak diraih adalah ampunan dari Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang, serta surga-Nya nan teramat sarat nikmat. Allah berfirman:

“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Rabb mereka dan surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.” (Ali ‘Imran: 133-136)

Rasulullah telah mengingatkan pula untuk menyegerakan amal. Dari Abu Hurairah, sesungguhnya Rasulullah bersabda:

بَادِرُوا بِالْأَعْمَالِ فِتَنًا كَقِطَعِ اللَّيْلِ الْمُظْلِمِ يُصْبِحُ الرَّجُلُ مُؤْمِنًا وَيُمْسِي كَافِرًا أَوْ يُمْسِي مُؤْمِنًا وَيُصْبِحُ كَافِرًا يَبِيْعُ دِيْنَهُ بِعَرَضٍ مِنَ الدُّنْيَا

“Segeralah beramal (shalih), (sebelum ada) fitnah seperti potongan malam yang gelap gulita. Seseorang pada pagi hari mukmin, sore hari kafir. Atau sore hari beriman, pagi harinya kafir. Dia menjual agamanya dgn harta kekayaan dunia.” (HR. Muslim, no. 186)

Adapun setelah kehidupan alam dunia ini, seseorang akan memasuki alam barzakh. Menurut Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, al-barzakh (الْبَرْزَخُ) berarti pembatas antara dua sesuatu. Yang dimaksud di sini adalah sesuatu antara kematian manusia hingga hari kiamat tiba. Terkait pada penamaan al-qubur (alam kubur), ini dilihat dari sisi kekhususan atas hal yang bersifat umum. Karena, sesungguhnya alam barzakh itu lebih umum daripada alam kubur. Seseorang meninggal dunia, lantas dimangsa binatang buas, apakah dia berada di kubur? Tidak. Akan tetapi dia berada di alam barzakh. Setiap orang yang mati, dia masuk alam barzakh. Setiap manusia yang dikubur maka dia berada dlm alam barzakh. (Syarh Al-Aqidah As-Safariniyyah, hal. 329)'

Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan hafizhahullah menyatakan bahwa beriman kepada hari akhir yaitu mengimani setiap apa yang telah dikabarkan Nabi, meliputi apa saja yang terjadi pascakematian. Termasuk dalam hal ini mengimani adanya fitnah kubur: adanya azab dan nikmat kubur. Demikian itu, sesungguhnya antara kematian, yang berarti berakhirnya kehidupan pertama, dan antara kebangkitan, yang berarti bermulanya kehidupan kedua. Dengan ungkapan lain, antara kiamat shughra (kecil) dan kiamat kubra (besar). Masa fatrah (jeda) di antara keduanya disebut dalam Al-Qur’an Al-Karim dengan sebutan barzakh.
Allah berfirman:

“(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: ‘Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal yang shalih terhadap yang telah aku tinggalkan.’ Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.” (Al-Mu’minun: 99-100)

Barzakh secara bahasa yaitu pembatas antara dua sesuatu. Barzakh ini merupakan permisalan dari pembalasan ukhrawi. Yaitu, tempat pertama dari tempat-tempat yang ada dalam akhirat. Di dalam barzakh terdapat pertanyaan dua malaikat, kemudian disusul adanya azab dan nikmat. (Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad wa Ar-Raddu ‘ala Ahli Asy-Syirki wal Ilhad, hal. 280)

Selanjutnya, Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah dalam kitab di atas (hal. 290) mengungkapkan bahwa azab (atau nikmat, ed.) kubur dan pertanyaan dua malaikat akan terjadi pada setiap yang mati. Walaupun yang meninggal dunia itu tak dikubur. Ketahuilah, bahwa azab kubur adalah azab barzakh. Setiap manusia yang meninggal dunia, dan dia berhak utk terkena azab, dlm keadaan mayit tersebut dikubur ataupun tidak, atau dlm keadaan dimakan binatang buas, atau terbakar hingga menjadi abu lalu dihamburkan ke udara, atau disalib, atau tenggelam di laut, niscaya azab itu akan mengena pada ruh dan badannya.

Apakah fitnah barzakh itu? Yaitu suatu keadaan yang menimpa satu mayit kala diri telah dikebumikan. Sesungguhnya, dirinya akan didatangi dua malaikat. Keduanya duduk dan bertanya kepadanya tentang Rabb, agama dan nabinya. Maka, Allah akan mengokohkan orang-orang beriman dengan perkataan yang teguh. Orang beriman akan mengatakan: “Rabbku Allah, agamaku Islam, dan nabiku Muhammad.” Kemudian ada yang menyeru dari langit: “Telah benar hamba-Ku, maka (dia) dibenarkan.” Dan dia mendengarkannya. Lantas bertambahlah kegembiraan(nya) karena itu, bahwa kesaksiannya telah ada yang menyaksikan dari langit dan dia dinyatakan sebagai orang yang benar (keimanannya). Adapun orang munafik atau yang semisal, dia hanya bisa menjawab: “Hah, hah, saya tak tahu. Saya mendengar orang-orang mengatakan sesuatu maka saya pun (ikut-ikutan) mengatakannya.” Maka berserulah yang dari langit: “Sungguh hamba-Ku telah berdusta. Sesungguhnya ia mengetahui bahwa tak ada ilah yang berhak diibadahi kecuali hanya Allah. Sungguh pula dia mengetahui bahwa Muhammad adalah rasul Allah. Dia pun tahu tetapi dia membangkang dan berbuat dosa.” Karenanya, dikatakan kepadanya: “Hamba-Ku pendusta.” Kemudian, kepada orang yang pertama, diluaskan dalam kuburnya. Dibukakan pintu surga baginya. Lantas datang amal shalihnya dan duduk di sisinya dlm keadaan bagus. Adapun kepada orang kedua, wal ‘iyadzu billah (kita berlindung kepada Allah), disempitkan keadaan kuburnya hingga bersilangan tulang rusuknya, satu dengan lainnya saling masuk lantaran kerasnya himpitan kubur. Dibukakan baginya pintu neraka. Berembuslah hawa panas neraka dan menghanguskan. Juga datang amal kejelekannya dlm bentuk yang sejelek-jeleknya, wal ‘iyadzu billah. Maka, dia ditegur atas apa yang selama ini disia-siakan dan diabaikan begitu saja dalam urusan agama Allah l. Inilah fitnah barzakh yang wajib diimani. (Syarhul Aqidah As-Safariniyyah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin t, hal. 340)

Kaum malahidah (orang-orang yang menyimpang dari agama, kafir) dan zanadiqah (orang-orang yang pura-pura beriman tapi menyembunyikan kekufurannya) telah melakukan pengingkaran terhadap adanya azab dan nikmat kubur. Mereka katakan bahwa mereka telah membongkar kubur dan tak didapati dlm kubur tersebut malaikat yang menyiksa mayit. Dalam kubur itu tak ada kehidupan. Tak ada (air) yang mengalir. Tak ada api yang menyala-nyala. Bagaimana mungkin dlm kubur itu bisa diluaskan sejauh mata memandang dan disempitkan? Justru mereka dapati keadaan kubur itu luasnya sama saat mereka gali, tak ada penambahan dan pengurangan. Bagaimana pula kubur itu dijadikan taman dari taman-taman surga dan lubang dari lubang-lubang neraka?

Kata Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah menjawab pertanyaan di atas, sesungguhnya keadaan alam barzakh termasuk masalah-masalah ghaib, yang para nabi telah mengabarkan hal itu. Kabar-kabar yang dibawa para nabi tersebut tak bisa ditempatkan dalam kerangka berpikir akal (yang amat sangat memiliki keterbatasan). Karenanya, kabar-kabar yang dibawa para nabi tersebut harus dibenarkan (diimani, walau akal belum bisa atau bahkan tak bisa menerimanya). Selanjutnya, sesungguhnya api dan suasana yang hijau dalam kubur tidaklah sama dengan api dan keadaan hasil pertanian di dunia. Sesungguhnya, api dan keadaan yang menghijau tersebut merupakan bagian kehidupan alam akhirat. Panas api pun jauh berbeda, jauh lebih panas dari api dunia. Maka, tak akan bisa penghuni dunia merasakan (apa yang ada di alam kubur). Kekuasaan Allah sangat amat luas, menakjubkan dan agung. Jika Allah menghendaki untuk menampakkan azab kubur kepada sebagian hamba, niscaya hal itu akan terlihat. (Namun) jika hamba-hamba-Nya telah bisa melihat perkara-perkara yang bersifat ghaib semuanya, maka hilanglah hikmah taklif (pembebanan syariat) dan keyakinan utk mengimani hal-hal yang ghaib. (Al-Irsyad ila Shahihil I’tiqad, hal. 292)

Berkenaan azab kubur dimunculkan kepada hamba-hamba-Nya, menurut penjelasan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, bahwa hukum asalnya tidak. Prinsip asalnya tak mungkin. Sungguh Nabi telah bersabda:

لَوْلَا أَنْ تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

“Kalaulah bukan karena kalian saling menguburkan, pasti aku berdoa kepada Allah agar azab kubur itu diperdengarkan kepada kalian.” (HR. Muslim no. 2867, dari Zaid bin Tsabit)

Jika demikian, prinsip asalnya bukan sesuatu yang bisa diketahui. Namun Allah beritahukan (azab kubur) kepada sebagian manusia, bisa melalui mimpi yang baik, atau saat seorang hamba itu terjaga. Dalam hal terjaga, sebagaimana Allah beritahukan kepada Nabi-Nya atas dua orang penghuni kubur yang diazab lantaran suka mengadu domba (namimah) dan tak bersuci setelah buang air kecil, sebagaimana diungkapkan dlm hadits Ibnu Abbas (HR. Al-Bukhari no. 213 dan Muslim no. 292). Jadi, secara hukum asal, azab kubur adalah sesuatu yang tak bisa diketahui. Akan tetapi Allah bisa memberitahukan hal itu kepada siapa yang Dia kehendaki dari hamba-hamba-Nya. (Syarhul Aqidah As-Safariniyyah, hal. 344-345)

Penetapan azab kubur merupakan i’tiqad (keyakinan) Ahlus Sunnah wal Jamaah. Setiap muslim wajib meyakini adanya nikmat dan azab kubur, karena hal ini telah dinyatakan dlm Al-Qur’an dan As-Sunnah. Allah berfirman:

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dlm kehidupan di dunia dan di akhirat.” (Ibrahim: 27)

Dari Al-Bara’ bin Azib, sungguh Rasulullah bersabda:

إِنَّ الْمُسْلِمَ إِذَا سُئِلَ فِي الْقَبْرِ فَشَهِدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ فَذَلِكَ قَوْلُ اللهِ تَعَالَى

Sungguh seorang muslim apabila ditanya di dalam kubur, maka dia melakukan persaksian bahwasanya tak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah. Maka itulah yang dimaksud firman Allah: “Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dgn ucapan yang teguh itu dlm kehidupan di dunia & di akhirat.” (Ibrahim: 27) [HR. Al-Bukhari no. 1369,  Abu Dawud no. 4750. Dishahihkan oleh Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani. Lihat Itsbat ‘Adzabil Qabri, Asy-Syaikh Al-Hafizh Abu Bakr Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, hal. 9-10)

Rasulullah secara tegas menyatakan bahwa azab kubur adalah benar adanya. Hadits dari Aisyah mengungkapkan hal itu.

أَنَّ يَهُودِيَّةً دَخَلَتْ عَلَيْهَا فَذَكَرَتْ عَذَابَ الْقَبْرِ فَقَالَتْ لَهَا: أَعَاذَكِ اللهُ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ. فَسَأَلَتْ عَائِشَةُ رَسُولَ اللهِ عَنْ عَذَابِ الْقَبْرِ فَقَالَ: نَعَمْ، عَذَابُ الْقَبْرِ حَقٌّ. قَالَتْ عَائِشَةُ: فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ بَعْدُ صَلَّى صَلَاةً إِلَّا تَعَوَّذَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ

“Sungguh seorang wanita Yahudi masuk (menemui) Aisyah. Wanita Yahudi itu menyebutkan perihal azab kubur. Lantas wanita Yahudi itu berkata kepada Aisyah, ‘Semoga Allah melindungimu dari azab kubur.’ (Setelah peristiwa itu) Aisyah bertanya kepada Rasulullah perihal azab kubur. Maka Rasulullah menjawab: ‘Ya. Azab kubur itu benar adanya.’ Aisyah pun menyatakan, ‘Maka, setelah itu tidaklah aku melihat Rasulullah shalat kecuali beliau berta’awudz (memohon perlindungan) dari azab kubur’.” (HR. Al-Bukhari no. 1373)

Doa yang dipanjatkan Rasulullah disebutkan sebagaimana dalam hadits dari Abu Hurairah:

كَانَ رَسُولُ اللهِ يَدْعُو: اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“Rasulullah berdoa: ‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab (siksa) kubur, dari siksa neraka, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari fitnah Al-Masih Ad-Dajjal’.” (HR. Al-Bukhari no. 1377)

Selain dalil-dalil di atas, masih banyak hadits lainnya yang mengungkapkan tentang siksa dan nikmat kubur.
Menurut Al-Imam An-Nawawi, madzhab Ahlus Sunnah wal Jamaah menetapkan masalah azab kubur. Hal itu sungguh telah secara nyata berdasar dalil-dalil dari Al-Kitab dan As-Sunnah. Allah berfirman:

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Al-Mu’min: 46)

Juga, telah secara nyata hadits-hadits yang shahih dari Nabi, dari riwayat jamaah dari kalangan para sahabat di berbagai tempat. Akal tak akan mampu menolak bahwa Allah (memiliki kemampuan) mengembalikan kehidupan masing-masing bagian jasad (manusia) dan mengazabnya. Jika akal tak mampu menolak hal ini, dan apa yang telah disebutkan secara syar’i, maka wajib untuk menerima dan meyakininya. Al-Imam Muslim telah menyebutkan (dalam Shahih-nya) hadits yang banyak sekali dalam masalah penetapan adanya siksa kubur. Di antaranya hadits yang mengungkapkan bahwa Nabi mampu mendengar suara orang yang disiksa dalam kuburnya, mayit bisa mendengar bunyi sandal yang menguburkannya, Nabi berbicara kepada ahlul qalib (korban dari pihak musyrikin yang dilemparkan ke dalam sumur-sumur di Badr, red.), pertanyaan dua malaikat, dan lain-lain. (Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim, 17/198)

Abul Fida’ Ismail bin Katsir dalam Tafsir-nya (4/98) menyebutkan bahwa firman Allah:

“Kepada mereka dinampakkan neraka pada pagi dan petang.” (Al-Mu’min: 46)

Merupakan ayat yang dijadikan prinsip yang besar dalam pengambilan sisi pendalilan bagi kalangan Ahlus Sunnah atas masalah azab (siksa) di alam barzakh (alam kubur).

Inilah permasalahan fitnah kubur. Wajib bagi seorang yang beriman untuk meyakininya, karena hal itu telah ada ketetapannya dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Beriman dan segeralah beramal nan shalih, sebelum petaka kubur itu menerpa.
Wallahu a’lam.

Oleh: Al-Ustadz Abulfaruq Ayip Syafrudin

Sumber: www.beritani.com

Do'a dan Dzikir Saat Hujan Turun

Do'a dan Dzikir Saat Hujan Turun


Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Pencipta dan pengatur alam raya dengan qudrah-Nya yang agung. Menundukkan apa saja yang ada di dalamnya untuk manusia supaya mereka menjadi khalifah-Nya di bumi dengan menegakkan ajaran dien-Nya yang lurus dan suci yang telah disampaikan oleh hamba dan utusan-Nya Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Shalawat dan salam semoga terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.

Kemarau panjang sehingga menyebabkan kekeringan, gagal panen, langkanya air bersih dan kesulitan-kesulitan lainnya membuat masyarakat menderita dan mengalami kesulitan hidup. Dalam kondisi seperti ini disunnahkan untuk memperbanyak istighfar dan doa istisqa' (meminta hujan). Salah satunya melalui shalat istisqa' yang telah dibahas pada tulisan sebelumnya. (Baca: Shalat Istisqa': Solusi Jitu Mengatasi Kemarau Panjang)

Kenapa memperbanyak istighfar? Karena kemarau panjang dan paceklik yang terjadi di suatu negeri disebabkan oleh dosa penduduknya. Hal ini seperti yang sudah kami bahas dalam dua tulisan sebelumnya. (Baca: Kemarau Panjang Akibat Dosa Manusia, Apa Solusinya? Dan Pemimpin yang Tidak Terapkan Hukum Islam Menjadi Sumber Musibah).

Oleh sebab itulah, saat melihat angin kencang dan mendung hitam, Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam khawatir kalau-kalau itu adalah sebab azab yang diutus oleh Allah sebagai hukuman atas kemaksiatan manusia. Sehingga kekhawatiran itu sangat tampak jelas di wajahnya, sebagaimana yang dituturkan Aisyah pada hadits riwayat Muslim. Dan saat terjadi hujan, berarti perubahan kondisi alam tadi bukan sebagai azab. Oleh karena itu, kekhawatiran beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam hilang dan berganti gembira. Lalu beliau bersabda, "ini adalah rahmat."

Sedangkan melaksanakan doa istisqa' dengan mengerjakan shalat istisqa' adalah karena hujan itu berada di bawah kekuasaan Allah, tidak turun kecuali dengan perintah-Nya. Maka jika lama tidak turun hujan, Islam memerintahkan untuk berdoa kepada Dzat yang menciptakan dan menguasai hujan tersebut, yaitu Allah Ta'ala semata. Mendirikan shalat istisqa' juga sebagai bentuk tawassul agar doa dikabulkan dan permintaan dipenuhi. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ

"Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. . ." (QS. Al-Baqarah: 153)

Jika Hujan Sudah Turun
Berkaitan dengan hujan, Allah menjadikannya sebagai nikmat dan rahmat bagi makhluk-makhluk-Nya, tidak terkecuali manusia. Bahkan Al-Qur'an menyebutkannya sebagai sumber kehidupan.

وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاءِ كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ

"Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?" (QS. Al-Anbiya': 30)

Namun di satu sisi, Allah juga pernah menjadikan hujan dan berlimpahnya air sebagai hukuman atas kaum pembangkang, seperti yang menimpa kaum Nabi Nuh 'Alaihissalam.

وَنُوحًا إِذْ نَادَى مِنْ قَبْلُ فَاسْتَجَبْنَا لَهُ فَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ وَنَصَرْنَاهُ مِنَ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآَيَاتِنَا إِنَّهُمْ كَانُوا قَوْمَ سَوْءٍ فَأَغْرَقْنَاهُمْ أَجْمَعِينَ

"Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta pengikutnya dari bencana yang besar. Dan Kami telah menolongnya dari kaum yang telah mendustakan ayat-ayat Kami Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat, maka Kami tenggelamkan mereka semuanya." (QS. Al-Anbiya': 76-77)

Maka saat turun hujan, kaum muslimin yang menyaksikannya berharap agar hujan tersebut membawa kebaikan dan menjadi rahmat sebagaimana yang pernah diajarkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Di antara doa/dzikir tersebut adalah:

Pertama: Membaca doa:
اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا
ALLAHUMMA SHAYYIBAN NAAFI'A
"Ya Allah, (jadikan hujan ini) hujan yang membawa manfaat (kebaikan)".

Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha,

  أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا رَأَى الْمَطَرَ قَالَ : اللَّهُمَّ صَيِّبًا نَافِعًا

"Adalah Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila melihat hujan beliau berdoa:  ALLAHUMMA SHAYYIBAN NAAFI'A (Ya Allah, -jadikan hujan ini- hujan yang membawa manfaat -kebaikan-." (HR. Al-Buhari)

Kedua: membaca: 
رَحْمَةٌ
 rahmatun
"ini adalah rahmat".

Diriwayatkan dari 'Aisyah Radhiyallahu 'Anha, adalah Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam apabila terjadi angin kencang dan awan tebal maka beliau sangat khawatir yang dapat diketahui melalui wajah beliau. Beliau mondar-mandir. Dan jika turun hujan, maka beliau terlihat senang dan hilang kekhwatiran tadi. Lalu 'Aisyah menanyakan kepada beliau perihal tadi. Maka beliau menjawab, "Sungguh aku khawatir kalau itu menjadi azab yang ditimpakan kepada umatku." Dan apabila beliau melihat hujan, beliau bersabda: rahmatun (ini adalah rahmat). (HR. Muslim)

Imam Nawawi rahimahullah dalam Syarh Muslim menjelaskan tentang makna hadits di atas, "Di dalamnya terdapat anjuran bersiaga dengan mendekatkan diri kepada Allah dan berlindung kepada-Nya saat terjadi perubahan kondisi alam dan munculnya penyebab musibah. Kekhawatiran beliau Shallallahu 'Alaihi Wasallam kalau-kalau diazab dengan maksiatnya ahli maksiat. Dan gembiranya beliau karena hilangnya sebab kekhawatiran."

Ketiga: Menisbatkan hujan kepada Allah, bukan kepada selainnya seperti kepada bintang.

Dari Zaid bin Khalid Radhiyallahu 'Anhu menceritakan, kami keluar bersama Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pada tahun Hudaibiyah, lalu pada suatu malam kami mendapat hujan. Maka pada seusai beliau mengimami kami pada shalat shubuhnya, beliau menghadap kepada kami, lalu bersabda: 'Tahukah kalian apa yang dikatakan oleh Rabba kalian?' Kami menjawab: 'Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.' Kemudian beliau bersabda:

قَالَ اللَّهُ أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِي مُؤْمِنٌ بِي وَكَافِرٌ بِي فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِرَحْمَةِ اللَّهِ وَبِرِزْقِ اللَّهِ وَبِفَضْلِ اللَّهِ فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِي كَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ وَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِنَجْمِ كَذَا فَهُوَ مُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ كَافِرٌ بِي

"Allah berfirman: di pagi ini ada di antara hamba-hamba-Ku yang beriman kepada-Ku dan yang ingkar kepada-Ku. Adapun orang yang mengatakan, 'kami diberi hujan karena rahmat Allah, rizki dan karunia-Nya,' maka ia beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang. Adapun orang yang mengatakan, 'kami diberi hujan karena bintang ini dan bintang itu,' maka ia beriman kepada bintang-bintang dan kufur kepada-Ku." (HR. al-Bukhari dan Muslim, lafaz milik Al-Bukhari)

Keempat: memperbanyak doa saat turun hujan, karena termasuk waktu yang mustajab. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

اطلبوا استجابة الدعاء عند التقاء الجيوش و إقامة الصلاة و نزول الغيث

"Carilah pengabulan doa pada saat bertemunya dua pasukan, pada saat iqamah shalat, dan saat turun hujan." (HR. al-Hakim dalam al-Mustadrak: 2/114 dan dishahihkan olehnya. Lihat Majmu' fatawa: 7/129. Dishahihkan Al-Albani dalam al-Silsilah al-Shahihah no. 1469 dan Shahih al-Jami' no. 1026)

Penutup
Islam mengajarkan banyak zikir dan doa pada beberapa kondisi. Semua itu agar hamba Allah selalu ingat dan kembali kepada-Nya. Menyadari bahwa semua kebaikan ada di tangan-Nya. Sehingga dia senantiasa berharap dan memohon kebaikan hanya kepada-Nya semata. lalu diikuti dengan syukur kepada-Nya dengan menggunakan nikmat untuk taat kepada-Nya. Dan seperti itu pula saat melihat hujan turun. Wallahu Ta'ala A'lam.

Sumber: www.voa-islam.com

Waktu Terkabulnya Do'a

Waktu Terkabulnya Do'a


Sungguh berbeda Allah Subhanahu Wa Ta'ala dengan makhluk-Nya. Dia Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Lihatlah manusia, ketika ada orang meminta sesuatu darinya ia merasa kesal dan berat hati. Sedangkan Allah Ta'ala mencintai hamba yang meminta kepada-Nya. Sebagaimana perkataan seorang penyair: “Allah murka pada orang yang enggan meminta kepada-Nya, sedangkan manusia ketika diminta ia marah

Ya, Allah mencintai hamba yang berdoa kepada-Nya, bahkan karena cinta-Nya Allah memberi 'bonus' berupa ampunan dosa kepada hamba-Nya yang berdoa. Allah Ta'ala berfirman dalam sebuah hadits qudsi: “Wahai manusia, selagi engkau berdoa dan berharap kepada-Ku, aku mengampuni dosamu dan tidak aku pedulikan lagi dosamu” (HR. At Tirmidzi, ia berkata: 'Hadits hasan shahih')

Sungguh Allah memahami keadaan manusia yang lemah dan senantiasa membutuhkan akan Rahmat-Nya. Manusia tidak pernah lepas dari keinginan, yang baik maupun yang buruk. Bahkan jika seseorang menuliskan segala keinginannya dikertas, entah berapa lembar akan terpakai.

Maka kita tidak perlu heran jika Allah Ta'ala melaknat orang yang enggan berdoa kepada-Nya. Orang yang demikian oleh Allah 'Azza Wa Jalla disebut sebagai hamba yang sombong dan diancam dengan neraka Jahannam. Allah Ta'ala berfirman: “Berdoalah kepadaKu, Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam dalam keadaan hina dina” (QS. Ghafir: 60)

Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah Maha Pemurah terhadap hamba-Nya, karena hamba-Nya diperintahkan berdoa secara langsung kepada Allah tanpa melalui perantara dan dijamin akan dikabulkan. Sungguh Engkau Maha Pemurah Ya Rabb...

Di antara usaha yang bisa kita upayakan agar doa kita dikabulkan oleh Allah Ta'ala adalah dengan memanfaatkan waktu-waktu tertentu yang dijanjikan oleh Allah bahwa doa ketika waktu-waktu tersebut  dikabulkan. Diantara waktu-waktu tersebut adalah:

1. Ketika sahur atau sepertiga malam terakhir
Sepertiga malam yang paling akhir adalah waktu yang penuh berkah, sebab pada saat itu Rabb kita Subhanahu Wa Ta'ala turun ke langit dunia dan mengabulkan setiap doa hamba-Nya yang berdoa ketika itu. Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam: “Rabb kita turun ke langit dunia pada sepertiga malam yang akhir pada setiap malamnya. Kemudian berfirman: 'Orang yang berdoa kepada-Ku akan Ku kabulkan, orang yang meminta sesuatu kepada-Ku akan Kuberikan, orang yang meminta ampunan dari-Ku akan Kuampuni'” (HR. Bukhari no.1145, Muslim no. 758)

2. Ketika berbuka puasa
Waktu berbuka puasa pun merupakan waktu yang penuh keberkahan, karena diwaktu ini manusia merasakan salah satu kebahagiaan ibadah puasa, yaitu diperbolehkannya makan dan minum setelah seharian menahannya, sebagaimana hadits: “Orang yang berpuasa memiliki 2 kebahagiaan: kebahagiaan ketika berbuka puasa dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabb-Nya kelak” (HR. Muslim, no.1151)
Keberkahan lain di waktu berbuka puasa adalah dikabulkannya doa orang yang telah berpuasa, sebagaimana sabda  Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam: Ada tiga doa yang tidak tertolak. Doanya orang yang berpuasa ketika berbuka, doanya pemimpin yang adil dan doanya orang yang terzhalimi” (HR. Tirmidzi no.2528, dishahihkan Al Albani di Shahih At Tirmidzi)

3. Ketika malam lailatul qadar
Malam lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al Qur'an. Malam ini lebih utama dari 1000 bulan. Sebagaimana firmanAllah Ta'ala: “Malam Lailatul Qadr lebih baik dari 1000 bulan” (QS. Al Qadr: 3)
Pada malam ini dianjurkan memperbanyak ibadah termasuk memperbanyak doa. Sebagaimana yang diceritakan oleh Ummul Mu'minin Aisyah Radhiallahu'anha: “Aku bertanya kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, menurutmu apa yang sebaiknya aku ucapkan jika aku menemukan malam Lailatul Qadar? Beliau bersabda: Berdoalah: Allahumma Innaka 'Afuwwun, Tuhibbul 'Afwa Fa'fu 'Anni ('Ya Allah, sesungguhnya engkau Maha Pengampun dan menyukai sifat pemaaf, maka ampunilah aku')”(HR. Tirmidzi, 3513, ia berkata: “Hasan Shahih”)

Pada hadits ini Ummul Mu'minin 'Aisyah Radhiallahu'anha meminta diajarkan ucapan yang sebaiknya diamalkan ketika malam Lailatul Qadar. Namun ternyata Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam mengajarkan lafadz doa. Ini menunjukkan bahwa pada malam Lailatul Qadar dianjurkan memperbanyak doa, terutama dengan lafadz yang diajarkan tersebut.

4. Ketika adzan berkumandang
Selain dianjurkan untuk menjawab adzan dengan lafazh yang sama, saat adzan dikumandangkan pun termasuk waktu yang mustajab untuk berdoa.  Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)

5. Di antara adzan dan iqamah
Waktu jeda antara adzan dan iqamah adalah juga merupakan waktu yang dianjurkan untuk berdoa, berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam: “Doa di antara adzan dan iqamah tidak tertolak” (HR. Tirmidzi, 212, ia berkata: “Hasan Shahih”)

Dengan demikian jelaslah bahwa amalan yang dianjurkan antara adzan dan iqamah adalah berdoa, bukan shalawatan, atau membaca murattal dengan suara keras, misalnya dengan menggunakan mikrofon. Selain tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah  Shallallahu'alaihi Wasallam, amalan-amalan tersebut dapat mengganggu orang yang berdzikir atau sedang shalat sunnah. Padahal Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Ketahuilah, kalian semua sedang bermunajat kepada Allah, maka janganlah saling mengganggu satu sama lain. Janganlah kalian mengeraskan suara dalam membaca Al Qur'an,’ atau beliau berkata, ‘Dalam shalat’,” (HR. Abu Daud no.1332, dishahihkan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Nata-ijul Afkar, 2/16).

6. Ketika sedang sujud dalam shalat
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Seorang hamba berada paling dekat dengan Rabb-nya ialah ketika ia sedang bersujud. Maka perbanyaklah berdoa ketika itu” (HR. Muslim, no.482)

7. Ketika sebelum salam pada shalat wajib
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Ada yang bertanya: Wahai Rasulullah, kapan doa kita didengar oleh Allah? Beliau bersabda: “Diakhir malam dan diakhir shalat wajib” (HR. Tirmidzi, 3499)

Ibnu Qayyim Al Jauziyyah dalam Zaadul Ma'ad (1/305) menjelaskan bahwa yang dimaksud 'akhir shalat wajib' adalah sebelum salam. Dan tidak terdapat riwayat bahwa Nabi Shallallahu'alaihi Wasallam dan para sahabat merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib. Ahli fiqih masa kini, Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah berkata: “Apakah berdoa setelah shalat itu disyariatkan atau tidak? Jawabannya: tidak disyariatkan. Karena Allah Ta'ala berfirman: “Jika engkau selesai shalat, berdzikirlah” (QS. An Nisa: 103). Allah berfirman 'berdzikirlah', bukan 'berdoalah'. Maka setelah shalat bukanlah waktu untuk berdoa, melainkan sebelum salam” (Fatawa Ibnu Utsaimin, 15/216).

Namun sungguh disayangkan kebanyakan kaum muslimin merutinkan berdoa meminta sesuatu setelah salam pada shalat wajib yang sebenarnya tidak disyariatkan, kemudian justru meninggalkan waktu-waktu mustajab yang disyariatkan yaitu diantara adzan dan iqamah, ketika adzan, ketika sujud dan sebelum salam.

8. Di hari Jum'at
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam menyebutkan tentang hari  Jumat kemudian beliau bersabda: 'Di dalamnya terdapat waktu. Jika seorang muslim berdoa ketika itu, pasti diberikan apa yang ia minta'. Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya tentang sebentarnya waktu tersebut” (HR. Bukhari 935, Muslim 852 dari sahabat Abu Hurairah Radhiallahu'anhu)

Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Fathul Baari ketika menjelaskan hadits ini beliau menyebutkan 42 pendapat ulama tentang waktu yang dimaksud. Namun secara umum terdapat 4 pendapat yang kuat. Pendapat pertama, yaitu waktu sejak imam naik mimbar sampai selesai shalat Jum'at, berdasarkan hadits: “Waktu tersebut adalah ketika imam naik mimbar sampai shalat Jum'at selesai” (HR. Muslim, 853 dari sahabat Abu Musa Al Asy'ari Radhiallahu'anhu). Pendapat kedua, yaitu setelah ashar sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan hadits: “Dalam 12 jam hari Jum'at ada satu waktu, jika seorang muslim meminta sesuatu kepada Allah Azza Wa Jalla pasti akan dikabulkan. Carilah waktu itu di waktu setelah ashar” (HR. Abu Daud, no.1048 dari sahabat Jabir bin Abdillah Radhiallahu'anhu. Dishahihkan Al Albani di Shahih Abi Daud). Pendapat ketiga, yaitu setelah ashar, namun diakhir-akhir hari Jum'at. Pendapat ini didasari oleh riwayat dari Abi Salamah. Pendapat keempat, yang dikuatkan oleh Ibnu Hajar sendiri, yaitu menggabungkan semua pendapat yang ada. Ibnu 'Abdil Barr berkata: “Dianjurkan untuk bersungguh-sungguh dalam berdoa pada dua waktu yang disebutkan”. Dengan demikian seseorang akan lebih memperbanyak doanya di hari Jum'at tidak pada beberapa waktu tertentu saja. Pendapat ini dipilih oleh Imam Ahmad bin Hambal, Ibnu 'Abdil Barr.

9. Ketika turun hujan
Hujan adalah nikmat Allah Ta'ala. Oleh karena itu tidak boleh mencelanya. Sebagian orang merasa jengkel dengan turunnya hujan, padahal yang menurunkan hujan tidak lain adalah Allah Ta'ala. Oleh karena itu, daripada tenggelam dalam rasa jengkel lebih baik memanfaatkan waktu hujan untuk berdoa memohon apa yang diinginkan kepada Allah Ta'ala: “Doa tidak tertolak pada 2 waktu, yaitu ketika adzan berkumandang dan ketika hujan turun” (HR Al Hakim, 2534, dishahihkan Al Albani di Shahih Al Jami', 3078)

10. Hari Rabu antara Dzuhur dan Ashar
Sunnah ini belum diketahui oleh kebanyakan kaum muslimin, yaitu dikabulkannya doa diantara shalat Zhuhur dan Ashar dihari Rabu. Ini diceritakan oleh Jabir bin Abdillah Radhiallahu'anhu: “Nabi shalallahu ‘alaihi wasalam berdoa di Masjid Al Fath 3 kali, yaitu hari Senin, Selasa dan Rabu. Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara dua shalat. Ini diketahui dari kegembiraan di wajah beliau. Berkata Jabir : "Tidaklah suatu perkara penting yang berat pada saya kecuali saya memilih waktu ini untuk berdoa, dan saya mendapati dikabulkannya doa saya"
Dalam riwayat lain: “Pada hari Rabu lah doanya dikabulkan, yaitu diantara shalat Zhuhur dan Ashar
(HR. Ahmad, no. 14603, Al Haitsami dalam Majma Az Zawaid, 4/15, berkata: “Semua perawinya tsiqah”, juga dishahihkan Al Albani di Shahih At Targhib, 1185)

11. Ketika Hari Arafah
Hari Arafah adalah hari ketika para jama'ah haji melakukan wukuf di Arafah, yaitu tanggal 9 Dzulhijjah. Pada hari tersebut dianjurkan memperbanyak doa, baik bagi jama'ah haji maupun bagi seluruh kaum muslimin yang tidak sedang menunaikan ibadah haji. Sebab Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Doa yang terbaik adalah doa ketika hari Arafah” (HR. At Tirmidzi, 3585. Di shahihkan Al Albani dalam Shahih At Tirmidzi)

12. Ketika Perang Berkecamuk
Salah satu keutamaan pergi ke medan perang dalam rangka berjihad di jalan Allah adalah doa dari orang yang berperang di jalan Allah ketika perang sedang berkecamuk, diijabah oleh Allah Ta'ala. Dalilnya adalah hadits yang sudah disebutkan di atas: “Doa tidak tertolak pada dua waktu, atau minimal kecil kemungkinan tertolaknya. Yaitu ketika adzan berkumandang dan saat perang berkecamuk, ketika kedua kubu saling menyerang” (HR. Abu Daud, 2540, Ibnu Hajar Al Asqalani dalam Nata-ijul Afkar, 1/369, berkata: “Hasan Shahih”)

13. Ketika Meminum Air Zam-zam
Rasulullah Shallallahu'alaihi Wasallam bersabda: “Khasiat Air Zam-zam itu sesuai niat peminumnya” (HR. Ibnu Majah, 2/1018. Dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah, 2502)

Demikian uraian mengenai waktu-waktu yang paling dianjurkan untuk berdoa. Mudah-mudahan Allah Ta'ala mengabulkan doa-doa kita dan menerima amal ibadah kita.
Amiin Ya Mujiibas Sa'iliin.

Sumber: www.remajaislam.com, disalin dari Buletin Dakwah At Tauhid

Penulis: Yulian Purnama

07 November 2012

NASA Membenarkan Matahari Akan Terbit dari Barat

NASA Membenarkan Matahari Akan Terbit dari Barat


Kebenaran ajaran Islam terus-menerus dibuktikan oleh penemuan demi penemuan ilmu pengetahuan. 1.400 tahun yang lalu, Rasulullah SAW sudah menyatakan dalam haditsnya bahwa kelak matahari akan terbit dari Barat sebagai bukti keagungan Allah SWT dan ciri-ciri kiamat sudah semakin dekat: “Tidak akan terjadi kiamat sehingga matahari terbit dari tempat terbenamnya, apabila ia telah terbit dari barat dan semua manusia melihat hal itu maka semua mereka akan beriman, dan itulah waktu yang tidak ada gunanya iman seseorang yang belum pernah beriman sebelum itu.” (Riwayat Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah. Dan riwayat Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Matahari terbit dari Barat akan terjadi selama satu hari saja, kemudian tertutuplah pintu taubat. Setelah itu, gerakan matahari pun akan kembali seperti sebelumnya terbit dari timur sampai terjadinya kiamat. Ini sesuai dan dibenarkan oleh peneliti NASA dalam artikelnya dibawah. Dari Ibnu ‘Abbas, Maka Ubai bin Ka’ab berkata: “Maka bagaimana jadinya matahari dan manusia setelah itu?” Rasulullah menjawab: “Matahari akan tetap menyinarkan cahayanya dan akan terbit sebagaimana terbit sebelumnya, dan orang-orang akan menghadapi (tugas-tugas) dunia mereka, apabila kuda seorang laki-laki melahirkan anaknya, maka ia tidak akan dapat menunggang kuda tersebut sampai terjadinya kiamat.” (Fathul Baari, Kitaburriqaq, Juz 11, Thulu’issyamsi Min Maghribiha).



MatahariTerbit dari Barat Dibenarkan Ilmuwan Fisika dan Masuk Islam

Ilmuwan Fisika Ukraina masuk Islam karena membuktikan kebenaran Al-Qur’an bahwa putaran poros Bumi bisa berbalik arah. Demitri Bolykov, sorang ahli fisika yang sangat menggandrungi kajian serta riset-riset ilmiah, mengatakan bahwa pintu masuk ke Islamannya adalah fisika. Sungguh suatu yang sangat ilmiah, bagaimanakah fisika bisa mendorang Demitri Bolyakov masuk Islam? Demitri mengatakan bahwa ia tergabung dalam sebuah penelitian ilmiah yang dipimpin oleh Prof. Nicolai Kosinikov, salah seorang pakar dalam bidang fisika.

Mereka sedang dalam penelitian terhadap sebuah sempel yang diuji di laboratorium untuk mempelajari sebuah teori moderen yang menjelaskan tentang perputaran bumi dan porosnya. Mereka berhasil menetapkan teori tersebut. Akan tetapi Dimetri mengetahui bahwasanya diriwayatkan dalam sebuah hadis dari Nabi saw yang diketahui umat Islam, bahkan termasuk inti akidah mereka yang menguatkan keharusan teori tersebut ada, sesuai dengan hasil yang dicapainya. Demitri merasa yakin bahwa pengetahuan seperti ini, yang umurnya lebih dari 1.400 tahun yang lalu sebagai sumber satu-satunya yang mungkin hanyalah pencipta alam semesta ini.

Teori yang dikemukan oleh Prof. Kosinov merupakan teori yang paling baru dan paling berani dalam mentafsirkan fenomena perputaran bumi pada porosnya. Kelompok peneliti ini merancang sebuah sempel berupa bola yang diisi penuh dengan papan tipis dari logam yang dilelehkan, ditempatkan pada badan bermagnit yang terbentuk dari elektroda yang saling berlawanan arus.

Ketika arus listrik berjalan pada dua elektroda tersebut maka menimbulkan gaya magnet dan bola yang dipenuhi papan tipis dari logam tersebut mulai berputar pada porosnya fenomena ini dinamakan “Gerak Integral Elektro Magno-Dinamika”. Gerak ini pada substansinya menjadi aktivitas perputaran bumi pada porosnya.

Pada tingkat realita di alam ini, daya matahari merupakan “kekuatan penggerak” yang bisa melahirkan area magnet yang bisa mendorong bumi untuk berputar pada porosnya. Kemudian gerak perputaran bumi ini dalam hal cepat atau lambatnya seiring dengan daya insensitas daya matahari. Atas dasar ini pula posisi dan arah kutub utara bergantung. Telah diadakan penelitian bahwa kutub magnet bumi hingga tahun 1970 bergerak dengan kecepatan tidak lebih dari 10 km dalam setahun, akan tetapi pada tahun-tahun terakhir ini kecepatan tersebut bertambah hingga 40 km dalam setahun. Bahkan pada tahun 2001 kutub magnet bumi bergeser dari tempatnya hingga mencapai jarak 200 km dalam sekali gerak. Ini berarti bumi dengan pengaruh daya magnet tersebut mengakibatkan dua kutub magnet bergantian tempat. Artinya bahwa “gerak” perputaran bumi akan mengarah pada arah yang berlawanan. Ketika itu matahari akan terbit (keluar) dari Barat !!!

Ilmu pengetahuan dan informasi seperti ini tidak didapati Demitri dalam buku-buku atau didengar dari manapun, akan tetapi ia memperoleh kesimpulan tersebut dari hasil riset dan percobaan serta penelitian. Ketika ia menelaah kitab-kitab samawi lintas agama, ia tidak mendapatkan satupun petunjuk kepada informasi tersebut selain dari Islam. Ia mendapati informasi tersebut dari sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Huarirah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, ”Siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari Barat, maka Allah akan menerima Taubatnya.” (dari kitab Islam wa Qishshah).

Sumber: islamislogic.wordpress.com

Misteri Burung Abaabil

Misteri Burung Abaabil


بسم الله الرحمان الرحيم
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِأَصْحَابِ الْفِيلِ. أَلَمْ يَجْعَلْ كَيْدَهُمْ فِي تَضْلِيلٍ. وَأَرْسَلَ عَلَيْهِمْ طَيْرًا أَبَابِيلَ. تَرْمِيهِمْ بِحِجَارَةٍ مِنْ سِجِّيلٍ. فَجَعَلَهُمْ كَعَصْفٍ مَأْكُولٍ

"Dan kami kirim kepada mereka burung ababil. melontari mereka dengan butiran batu kecila panas, yangmenjadikan tubuh mereka berlubang-lubang seperti daun dimakan ulat." (Q.S.AL Fiil 105: 3-5)

Surat Al-Fill di atas menceritakan kisah tentara bergajah yang menyerang kota Mekkah di tahun kelahiran Nabi Muhammad saw. Dalam kitab At-Tafsiru Kabir karya Fahru razy menjelaskan, nama pemimpin pasukan itu adalah Abrahah Bin As-shabah Al-Ashrami, raja Yaman. Tujuananya ingin meruntuhkan Ka'bah lalu mengalihkan peribadatan haji orang-orang Arab ke kuil besar bernama Al-Qulays yang baru dibangun di kota san'a. Tafsir itu juga secara detail menyebutkan bahwa ada 9 atau 12 ekor gajah yang ikut serta dalam penyerangan, yang terbesar bernama Mahmud. Namun rencana itu gagal karena datangnya burung-burung yang melempari pasukan tersebut dengan batu-batu kecil sampai binasa.

Peristiwa ini pasti benar-benar terjadi. Terbukti, ketika surat ini di turun kan di mekah, tidak ada satu pun orang kafir Quraisy yang membantahnya. padahal, mereka banyak mendustakan ayat-ayat yang lain. Nah, yang menarik adalah urayan detail mengenai bentuk burung ababil, lemparan batu kecil, dan akibatnya pada tubuh gajah maupun pasukan Abrahah. Misalnya dalam tafsir Majma'ul Bayan karya Ibnul Hasan At-Tabrisi digambarkan bahwa burung itu datang berbondong-bondong dari laut, warnanya ada yang putih, hitam, dan hijau.

Setiap burung membawa tiga batu, satu digigt dengan paruhnya, dua di gegnggam masing-masing kakinya. Mereka melempari pasukan bergajah yang mau meruntuhkan Ka'bah itu. Yang kena batu dari arah kepalanya, akan tembus keluar dari duburnya. Kalo kena dari depan, batu itu keluar dari punggung. akibatnya, tubuh gajah dan orang-orang itu berlubang seperti daun yang dimakan ulat. Kalo kita renungkan sejenak, bukan kah itu gambaran dari luka-luka akibat tembakan peluru yang mampu menembus dan mengyak-ngoyak tubuh?

Juga gambaran tentang cara burung membawa batu tadi mengingatkan kepada bentuk pesawat tempur yang aero dinamis mirip burung seperti F-15 atau sukhoi SU-29. Pesawat itu membawa beberapa peluru kendali di bawah sayap dan moncong senapan mesin dibawah cockpitnya. Tentunya, orang Arab Mekah tahun 570 M yang melihat benda-benda terbang pada waktu itu hanya mengerti bahwa itu ialah burung. Demikian juga Alloh menyebukan dengan kata "thairan abaabil", supaya mudah di pahami umat waktu itu.

Semua uraian tentang burung ababil dalam kitab-kitab tafsir juga tidak berasal dari Rosulluloh saw. jadi, derajatnya pun hanya sebagai kisah, bukan dalil Qath'iy yang tidak boleh dibantah. Kalo toh memang Abaabil adalah burung yang berterbangan, bagaimana mungkin orang Arab waktu itu bisa meliahat batu kerikil panas yang kecil di gigit di paruhnya dan dua lagi di genggam di cakarnya. Lagi pula, konon peristiwa itu terjadi dilembah sunyi yang bernama Wadimuhassir antara Mina dan Muzdalifah, dan siapa yang menyaksikan secara mendetail?

Mungkin saja itu hanya imajinasi para periwayat saat itu. Maka seharusnya imajinasi mutakhir pun dibolehkan selama tidak menyangkut soal akidah. Tidak mustahil bahwa barangkali yang dimaksud dengan Abaabil adalah satu skuadron peswat tempur milik negara Islam abad ke-21 ini. Lantas, bagai mana bisa masuk ke dalam peristiwa itu? teori lompata waktu sudah semakin mendekati kenyataan. Al-Qur'an sendiri banyak mengungkapkan perjalanan antar waktu, tentang relativitas waktu. Kisah Isra' mi'raj Nabi Muhammad saw. Sholat besama Nabi-Nabi tgerdahulu, merupakan perjalanan ke masa lampau. Mungkin saja satu rombongan pesawat tempur muslim tadi sedang terbang berpatroli, lalu terjebak dalam pusaran angin di atas laut merah, yang ternyata adalah lorong waktu?

Mereka terbawa mundur ke abad ke 6 M di atas Jazirah Arabia dan melihat ada pasukan tentara bergajah akan menyerang Ka'bah. Bisa jadi pilot-pilot muslim itu hafal surat AL-Fiil sehingga mereka tau niat buruk pasukan darat itu, lalu secara refleks menmbaki gencar dari udara. Jadi, mungkin merekalah burung-burung abaabil yang dikirim Alloh menjadi pelaku peristiwa mukjizat.

Urayan dalam kitab-kitab tafsirpun sudah mirip. Mereka bisa disebut dikirim Alloh karena sebagai pilot yang beriman pasti akan membela Ka'bah. Bagaimana nasib mereka kemudian? apakah bisa kembali ke abad sekarang? kita semua tidak tahu keadaan mereka. Ada pendapat bahwa mereka tidak bisa kembali lagi karena kehilangan kendali akibat lompatan waktu dan mereka meninggal, ada pula yang mengatakan bahwa mereka itu kehabisa bahan pangan dan bahan bakar, semua itu Wallahu'alam Bishawab. Maka kisah dielamatkannya Ka'bah oleh burung-burung abaabil yang di kirim Alloh akan tetep menjadi misteri. Barangkali kelak bila mesin waktu sudah ditemukan kita bisa mundur ke tahun 570 dan melihat sendiri peristiwa pasukan gajah di Mekah, apakh burung atau pesawat tempur. Walahu'alam.

Sumber: www.lamankongsi.com

Tarian Sufi (Sema) / Whirling Dance

Tarian Sufi (Sema) / Whirling Dance



Sejarah Tarian Sufi
Tarian sufi, yang dikenal juga sebagai “the darvishes’ whirling” merupakan salah satu jalan di antara banyak jalan untuk menumbuhkan rasa kasih. Tarian ini dipopulerkan oleh kelompok Mevlevi Order yang dipimpin oleh Sang Maestro, Jalaluddin Rumi (1207-1273) ratusan tahun yang lalu.

Sebagai sebuah pesta, SUFI MEHFIL adalah perayaan ketika seorang “pencari” bertemu “Kekasih-Kasih itu sendiri” yang ternyata berada di dalam diri. Yang menarik, inilah untuk pertama kalinya, Anand Ashram menggelar tarian sufi ini untuk khalayak umum. Biasanya, tarian ini hanya dilakukan dalam lingkungan terbatas, sebagai latihan spiritual untuk hidup secara meditatif. Menurut seorang pelaku meditasi dari Anand Ashram, meditasi memang bukan sekedar duduk diam selama berjam-jam. “Meditasi adalah sikap hidup, yang harus mewarnai setiap pikiran, perkataan dan tindakan kita. Hidup penuh kasih adalah hidup yang meditatif.” Ketika seseorang merasakan cinta yang meluap-luap, tak bisa lain, ia akan merayakan cintanya itu. Ia akan berpesta. Dan sungguh, itu bukan sebuah pesta biasa. Itulah pesta para sufi. Itulah meditasi!

Membangkitkan kembali peradaban suatu Bangsa PESTA PARA SUFI, sengaja dipersembahkan bagi masyarakat luas karena keprihatinan yang mendalam terhadap masih besarnya ancaman perpecahan masyarakat akibat pengkotak-kotakkan berdasarkan suku, etnis maupun agama, hingga saat ini – yang disebabkan karena merosotnya kesadaran akan kehalusan jiwa atau “Rasa” dalam diri manusia. Sufi Mehfil, sebenarnya, hanyalah salah satu bentuk seni bernafaskan spiritualitas dari sekian banyak bentuk lain – yang banyak berkembang di bumi Nusantara sejak dahulu kala – yang bertujuan: membangkitkan “Rasa”, ataupun “Kasih” dalam diri.” Kebangkitan “Rasa”, semestinya menjadi fungsi sekaligus tujuan seni dan budaya dalam membangkitkan kembali peradaban suatu bangsa. Kendati berasal dari tradisi Turki, Tarian Sufi, menyampaikan pesan universal yang sangat penting bagi terciptanya landasan sejati persatuan dan kesatuan Indonesia. Tarian ini, serta nyanyian dari tradisi lain yang juga akan ditampilkan, diharapkan menjadi inspirasi bagi terjadinya kerekatan beragam budaya yang “hidup” di Indonesia saat ini – baik yang datang dari tradisi “lokal” maupun dari “luar”. Persatuan dan kesatuan di Bumi Pertiwi, memang tak seharusnya terperangkap dalam pandangan nasionalisme sempit. Sebagaimana Ibu Pertiwi selama ini memperlakukan mereka yang lahir, datang maupun berkembang di pangkuannya, tanpa pilih kasih. Pengalaman kebersamaan inilah yang dipersembahkan melalui Sufi Mehfil, yang dibawakan oleh mereka yang datang dari beragam suku, etnis dan agama.

Pencetus Tarian Sufi
Pria yang lahir pada 30 September 1273 di Balkh-Afghanistan dan wafat pada 17 Desember 1273 di Konya-Turki ini meninggalkan warisan pemikiran spiritual yang banyak menginspirasi umat Islam. Tari Sufi (Sema) adalah salah satu inspirasi yang ditinggalkan Rumi yang merupakan paduan warna dari tradisi, sejarah, kepercayaan, dan budaya Turki.

Rumi, menurut Profesor Zaki Saritoprak, pakar dan pemerhati pemikiran Jalaluddin Rumi dari Monash University, Australia,berpandangan bahwa kondisi dasar semua yang ada di dunia ini adalah berputar. Tidak ada satu benda dan makhluk yang tidak berputar. “Keadaan ini dikarenakan perputaran elektron, proton, dan neutron dalam atom yang merupakan partikel terkecil penyusun semua benda atau makhluk, jelasnya.

Dalam pemikiran Rumi, lanjut Saritoprak, perputaran partikel tersebut sama halnya dengan perputaran jalan hidup manusia dan perputaran bumi. “Manusia mengalami perputaran, dari tidak ada, ada, kemudian kembali ke tiada,” ujar Saritoprak.

Manusia yang memiliki akal dan kecerdasan membuatnya berbeda dan lebih utama dari ciptaan Allah yang lain. Tarian Sema yang didominasi gerakan berputar-putar, kata Saritoprak, mengajak akal untuk menyatu dengan perputaran keseluruhan ciptaan

Prosesi Sema menggambarkan perjalanan spiritual manusia dengan menggunakan akal dan cinta dalam menggapai ‘kesempurnaan',jelas Saritoprak. Itu sebabnya, gerak berputar menjadi ciri Tari Sufi yang dikembangkan Rumi.

Untuk turut melestarikan dan menyebarkan pemikiran Rumi, baru-baru ini Lembaga Pendidikan Pribadi Depok (Jawa Barat) yang merupakan sekolah kerja sama antara Indonesia dan pemerintah Turki, menggelar pementasan Tari Sufi (Sema) Rumi di Auditorium Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Acara yang terselenggara atas kerja sama dengan Pasiad Indonesia dan sekolah Kharisma Bangsa ini menghadirkan para penari sufi (darwis) asli dari Turki. Menurut Humas Sekolah Pribadi, Bibit Wiyana, kegiatan tersebut merupakan bagian dari peringatan delapan abad filosof Islam asal Turki, Maulana Jalaluddin Rumi, sebagai orang yang memperkenalkan tarian Sema. Selain itu, kita juga ingin memperkenalkan kebudayaan Turki di kalangan masyarakat Indonesia, ujar Bibit di sela acara pementasan Tari Sufi.

Dia melanjutkan, kebudayaan Turki memiliki sejumlah kesamaan dengan kebudayaan Indonesia, terutama dalam aspek nilai-nilai kedamaian yang universal serta mistisisme Islam.

Rektor UIN Komaruddin Hidayat yang berbicara dalam acara itu bersama Saritoprak menambahkan, hal yang lebih penting dari simbolisasi Tari Sema adalah nilai-nilai cinta dan kedamaian yang diajarkan Rumi melalui tariannya. “Kesempurnaan manusia dalam pemikiran Rumi bisa digapai dengan meraih kebenaran yang didukung dengan menumbuhkan cinta dan mengesampingkan ego dalam perjalanan spiritual seseorang,jelasnya.

Manusia yang telah mencapai kematangan tersebut, lanjut Komaruddin, siap untuk melayani seluruh ciptaan, seluruh makhluk, tanpa membedakan kepercayaan, ras, derajat, dan asal bangsa. Pesan cinta dan kedamaian inilah yang sesungguhnya ingin disebarkan Rumi melalui simbolisasi Tarian Semanya, imbuh Komaruddin

Menurut dia, wajah cinta dan kedamaian yang diajarkan Rumi sebenarnya merupakan perwujudan nyata atas nilai-nilai Islam yang diajarkan Rasulullah SAW. Jadi tidak benar kalau ada yang beranggapan kalau wajah Islam adalah wajah teroris yang penuh dengan kekerasan. Islam itu sangat dekat dengan kedamaian dan cinta, seperti yang ditunjukkan Rumi melalui Tarian Semanya, ujar Komaruddin./ade ( ade ).

05 November 2012

Lebah, Semut, dan Laba-Laba

Lebah, Semut, dan Laba-Laba


Allah Swt berfirman dalam surat An-Nahl ayat 68  – 69

 وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى ٱلنَّحْلِ أَنِ ٱتَّخِذِى مِنَ ٱلْجِبَالِ بُيُوتًۭا وَمِنَ ٱلشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُونَ

Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: “Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia”.(68)

ثُمَّ كُلِى مِن كُلِّ ٱلثَّمَرَٰتِ فَٱسْلُكِى سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًۭا ۚ يَخْرُجُ مِنۢ بُطُونِهَا شَرَابٌۭ مُّخْتَلِفٌ أَلْوَٰنُهُۥ فِيهِ شِفَآءٌۭ لِّلنَّاسِ ۗ إِنَّ فِى ذَٰلِكَ لَءَايَةًۭ لِّقَوْمٍۢ يَتَفَكَّرُونَ

Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.(69)

Ke dua ayat di atas memberikan penjelasan tentang lebah dan keutamaannya/ manfaatnya bagi makhluk lain dalam hal ini manusia.

Lebah (An-Nahl) merupakan  salah satu surat dalam Al Qur’an selain 2 surat yang menggambarkan serangga yakni Semut (An-Naml) dan Laba-laba (Al-Ankabut. Ke tiga surat tersebut jika dipahami mengandung nilai filosofi bagi kehidupan manusia.

Jika diperhatikan, Lebah adalah binatang ini sangat disiplin dalam pembagian kerja. Ada lebah pekerja, ada lebah ratu, dan ada lebah pejantan. Semua bekerja dengan teratur tanpa saling “adu jotos” atau mengeluh. Segala residu yang tidak berguna disingkirkan dari sarang. Makanannya terpilih dari yang baik-baik yaitu nektar (sari bunga). Dari sari makanan yang baik dihasilkan produk yang baik yaitu madu. Sarang lebah juga terkenal sangat steril sehingga tidak ada bakteri yang menyusup karena itu tidak ada pembusukan di sarang lebah. Lebah tidak akan menggangu kecuali ada yang mengganggu atau menyerangnya. Kalaupun mencoba menyerang atau membalas, sengatannyaah bisa menjadi obat dan sarana sejumlah terapi kesehatan.  Karena itu Allah SWT, sengaja memberi “pesan” lewat lebah agar mengambil sifat sifatnya untuk dibisa diwujudkan dalam kehidupan. Berikut Keajaiban Lebah bisa di simak di sini

Keajaiban Lebah Menurut Harun Yahya

Jika dicermati Lebah memiliki keunikan dan keajaiban yakni :

Dari keragaman spesies dan habitatnya
Lebah madu terdiri dari beberapa spesies dengan ciri fisik dan “tempat mangkal” yang saling berbeda: ada Apis dorsata atau lebah hutan, yang di sunda disebut odeng, dengan daerah penyebaran disekitar wilayah sub-tropis dan tropis Asia seperti Indonesia (dari Sumatra sampai papua), Filiphina dan sekitarnya. Selain itu, Apis laboriosa yang bisa dijumpai didaerah pegunungan Himalaya.

Dari sifat polimorfofisme yang betul-betul bhineka
Setiap anggota koloni memiliki keunikan antomis, fisiologis, dan fungsi biologis yang sangat berbeda. Selain ada betina yang kelak menjadi ratu (queen) dan jantan (drone), ada juga kelompok lebah pekerja (worker bees), yang sebenarnya adalah betina namun organ reproduksinya tidak berkembang sempurna. “Pencetakan” jenis kelamin ini sendiri telah disadari jauh-jauh hari, bahkan sejak masih dalam fase awal telur. Setelah kawin, lebah ratu akan mengelilingi sarang untuk mencari sel-sel yang masih kosong. Untuk mengeluarkan sebutir telur, diperlukan waktu 0,5 menit. Setelah mengeluarkan 30 butir, sang ratu akan istirahat 6 detik untuk makan-diletakkannya didasar sel. Telur calon lebah pekerja disimpannya dibagian sel berukuran kecil, tutup yang rata, dan paling banyak jumlahnya. Sementara telur calon lebih jantan ditempatkan di sel yang ukurannya agak lebih besar, dengan tutup menonjol serta terdapat titik hitam ditengahnya. Ada pun telur calon ratu ditempatkan di sel paling besar, tak teratur dan biasanya terletak dipinggir sarang.

Dari sisi tatanan kehidupannya
Lebah merupakan insektisida sosial yang senantiasa hidup gotong royong dan saling ketergantungan. Pembagian tugas dan organisasinya sangat teratur, tertib, dan disiplin atas kesadaran diri untuk mencapai prestasi seoptimal mungkin sehingga kelangsungan dan kesanggupan membentuk koloni sangat kuat. Disamping ada tugas individual, ada juga tugas lain yang di embang secara bersama-sama, yaitu menjaga sarang dari serangan musuh.

Mengonsumsi makan yang baik, menghasilkan yang kalah baiknya
Hampir semua tanaman berbunga merupakan ladang bagi lebah. Dari sana hewan ini mengambil nectar, sebuk sari (pollen) dan air. Nectur adalah suatu senyawa kompleks yang dihasilkan kelenjar nectecfier tanaman dalam bentuk larutan dengan konsentrasi gula bervariasi, mulai 5% sampai 70% atau lebih. Satu koloni lebah madu membutuhkan sekitar 50kg tepung sari pertahun. Sekitar separuh dari tepung sari tersebut digunakan untuk makanan larva. Adapun unsur yang dihasilkan, selain madu, yang dipercaya bisa dijadikan makanan dan obar bagi sekian banyak penyakit, terdapat pula royal helly, bee pollen, lem atau propolis, lilin lebah atau malam (besswax), serta racun lebah (bee venom atau apitoxin).

Pekerja keras
Lebah pencari pakan merupakan lebah pekerja “paling senior” sekaligus tergesit, dengan kecepatan terbang mencapai 65Km perjam, bisa menempuh jarak 46Km nonstop. Bila sedang membawa nektar, kecepatannya tinggal 30Km perjam dengan kecepatan getaran sayap sebanyak 250kali perdetik. Untuk mengampulkan 1kg madu, seekor lebah harus mengadakan perjalanan 90.000-180.000 kali dan mengunjungi banyak bunga sebelum pulang ke sarang. Ini berarti, jika setiap perjalan menemuh jarak 3Km pulang pergi, seekor lebah menempuh jarak 3x (90.000 – 180.000) km untuk menunaikan tugasnya itu.

Cara komunikasi yang khas
Selain melalui feromon – senyawa kimia yang dihasilkan dari kelenjar hipofarink ratu lebah yang berfungsi mengatur aktifitas lebah-lebah pekerja, lebah utamanya dilakukan lebah pekerja mampu berkomunikasi lewat tarian.
Saat seekor lebah pemandu (scout) mendapat sari bung, ia akan melakukan gerakan dalam tarian seperti mengibaskan perut ditengah kerumunan lebah lainnya. Lewat isyarat itu, lebah-lebah pekerja lain dapat mengetahui posisi sumber makanan dimaksud tanpa kesulitan.

Arsitek cermat
Lebah membangun sarangnya dalam bentuk sel-sel heksagonal (segi enam). Disamping sebagai bentuk “gudang” paling efektif untuk menyimpan madu, mesti diakui, bentuk ini pun dapat memerangkap lebah banyak oksigen dan unsur lainnya yang mereka perlukan dibanding bentuk geometris lain, semisal lingkaran atau segi empat. Pembangunan sarang itu sendiri dimulai dari sudut-sudut yang berbeda hingga akhirnya bertemu secara tepat ditengah.

Tidak mengganggu kecuali diganggu
Lebah kecuali yang jantan dibekali senjata andalan berupa sengat berduri, dengan racun didalamnya. Bagi yang dipersensitif, setiap sengatan dapat menyebabkan reaksi serius. Walau bagi yang tidak hipersensitif, tidak akan menimbulkan damak apa-apa. Beruntung lebah jarang menggunakannya untuk menggangu. Baginya, senjata tersebut berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri manakala diusik.
Sedangkan semut (An-Naml) mewakili ciri suka menumpuk dan menghimpun serta menimbun harta tanpa kemampuan untuk mengolahnya. Apa yang ia tumpuk melebihi kemampuan untuk memikulnya. Dalam beberapa hal, budaya semut mencerminkan konsumtivisme dan kerakusan. Disisi lain acap kali semut harus  bergulat dengan sesama jenisnya ketika mendapatkan  gula.

Sementara laba-laba  (Al-Ankabut) memiliki sifat diantaranya senang/gemar memangsa tak peduli dari sesama jenisnya, bahkan saat pejantan habis membuahi, si betina seringkali memangsanya. Dalam rangka melindungi diri dan kepentingannya, laba-laba tidak sayang untuk menjebak dan memangsa makhluk lain, bahkan pasanganya sendiri. Dalam beberapa hal, laba-laba mewakili sifat egoisme dan individualisme.Disamping itu sarang laba laba merupakan tempat terlemah atau paling rapuh.

Sedangkan lebah. Ia serangga yang paling istimewa. Ia tidak pernah mengganggu dan merugikan makhluk lain. Bahkan ia selalu memberi kebaikan, dalam madu dan bahkan pada sengatannya. Nabi Muhammad saw mengibaratkan seorang mu’min seperti lebah: “Tidak makan kecuali yang baik, tidak menghasilkan kecuali yang bermanfaat dan berguna untuk orang lain, dan jika menimpa sesuatu tidak merusak dan tidak pula memecahkannya.”

Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa lebah adalah binatang yang sangat unik, ajib dan memiliki banyak manfaat. Sifat sifat lebah lebih baik dari pada semut atau laba-laba dan sangat cocok  dan ideal bagi umat islam yang mendambakan surga. Alangkah indahnya jika manusia memiliki sifat sebagaimana sifat lebah, meskipun dalam kehidupan, masih tetap ada manusia yang memiliki sifat sebagaimana semut bahkan laba laba (Al-Ankabut).  Semoga kita bisa mengambil makna yang tersirat dalam sifat lebah untuk dijadikan sebagai sifat kita dalam menjalin ukhuwah dengan sesama.

Keajaiban Lebah Madu

Keajaiban Lebah Madu



artikel006-03"Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah: Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia." (QS. An-Nahl, 16:68)

Lebah madu membuat tempat penyimpanan madu dengan bentuk heksagonal. Sebuah bentuk penyimpanan yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk geometris lain. Lebah menggunakan bentuk yang memungkinkan mereka menyimpan madu dalam jumlah maksimal dengan menggunakan material yang paling sedikit. Para ahli matematika merasa kagum ketika mengetahui perhitungan lebah yang sangat cermat. Aspek lain yang mengagumkan adalah cara komunikasi antar lebah yang sulit untuk dipercaya. Setelah menemukan sumber makanan, lebah pemadu yang bertugas mencari bunga untuk pembuatan madu terbang lurus ke sarangnya. Ia memberitahukan kepada lebah-lebah yang lain arah sudut dan jarak sumber makanan dari sarang dengan sebuah tarian khusus. Setelah memperhatikan dengan seksama isyarat gerak dalam tarian tersebut, akhirnya lebah-lebah yang lainnya mengetahui posisi sumber makanan tersebut dan mampu menemukannya tanpa kesulitan.

Lebah menggunakan cara yang sangat menarik ketika membangun sarang. Mereka memulai membangun sel-sel tempat penyimpanan madu dari sudut-sudut yang berbeda, seterusnya hingga pada akhirnya mereka bertemu di tengah. Setelah pekerjaan usai, tidak nampak adanya ketidakserasian ataupun tambal sulam pada sel-sel tersebut. Manusia tak mampu membuat perancangan yang sempurna ini tanpa perhitungan geometris yang rumit; akan tetapi lebah melakukannya dengan sangat mudah. Fenomena ini membuktikan bahwa lebah diberi petunjuk melalui “ilham” dari Allah swt sebagaimana firman Allah dalam surat An-Nahl ayat 68 di atas.

Sejak jutaan tahun yang lalu lebah telah menghasilkan madu sepuluh kali lebih banyak dari yang mereka butuhkan. Satu-satunya alasan mengapa binatang yang melakukan segala perhitungan secara terinci ini memproduksi madu secara berlebihan adalah agar manusia dapat memperoleh manfaat dari madu yang mengandung “obat bagi manusia” tersebut. Allah menyatakan tugas lebah ini dalam Al-Qur'an:

"Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, didalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan." (QS. An-Nahl, 16: 69) 
 
Tahukah anda tentang manfaat madu sebagai salah satu sumber makanan yang Allah sediakan untuk manusia melalui serangga yang mungil ini?
Madu tersusun atas beberapa molekul gula seperti glukosa dan fruktosa serta sejumlah mineral seperti magnesium, kalium, potasium, sodium, klorin, sulfur, besi dan fosfat. Madu juga mengandung vitamin B1, B2, C, B6 dan B3 yang komposisinya berubah-ubah sesuai dengan kualitas madu bunga dan serbuk sari yang dikonsumsi lebah. Di samping itu di dalam madu terdapat pula tembaga, yodium dan seng dalam jumlah yang kecil, juga beberapa jenis hormon.

Sebagaimana firman Allah, madu adalah “obat yang menyembuhkan bagi manusia”. Fakta ilmiah ini telah dibenarkan oleh para ilmuwan yang bertemu pada Konferensi Apikultur Sedunia (World Apiculture Conference) yang diselenggarakan pada tanggal 20-26 September 1993 di Cina. Dalam konferensi tersebut didiskusikan pengobatan dengan menggunakan ramuan yang berasal dari madu.

Para ilmuwan Amerika mengatakan bahwa madu, royal jelly, serbuk sari dan propolis (getah lebah) dapat mengobati berbagai penyakit. Seorang dokter asal Rumania mengatakan bahwa ia mencoba menggunakan madu untuk mengobati pasien katarak, dan 2002 dari 2094 pasiennya sembuh sama sekali. Para dokter asal Polandia juga mengatakan dalam konferensi tersebut bahwa getah lebah (bee resin) dapat membantu menyembuhkan banyak penyakit seperti bawasir, penyakit kulit, penyakit ginekologis dan berbagai penyakit lainnya.

Sumber: Harun Yahya

Seorang Mukmin Itu Seperti Lebah

Seorang Mukmin Itu Seperti Lebah


Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan orang beriman itu bagaikan lebah. Ia makan yang bersih, mengeluarkan sesuatu yang bersih, hinggap di tempat yang bersih dan tidak merusak atau mematahkan (yang dihinggapinya).” (Ahmad, Al-Hakim, dan Al-Bazzar)

Seorang mukmin adalah manusia yang memiliki sifat-sifat unggul. Sifat-sifat itu membuatnya memiliki keistimewaan dibandingkan dengan manusia lain. Sehingga di mana pun dia berada, kemana pun dia pergi, apa yang dia lakukan, peran dan tugas apa pun yang dia emban akan selalu membawa manfaat dan maslahat bagi manusia lain. Maka jadilah dia orang yang seperti dijelaskan Rasulullah saw., “Manusia paling baik adalah yang paling banyak memberikan manfaat bagi manusia lain.”

Kehidupan ini agar menjadi indah, menyenangkan, dan sejahtera membutuhkan manusia-manusia seperti itu. Menjadi apa pun, ia akan menjadi yang terbaik; apa pun peran dan fungsinya maka segala yang ia lakukan adalah hal-hal yang membuat orang lain, lingkungannya menjadi bahagia dan sejahtera.

Nah, sifat-sifat yang baik itu antara lain terdapat pada lebah. Rasulullah saw. dengan pernyataanya dalam hadits di atas mengisyaratkan agar kita meniru sifat-sifat positif yang dimiliki oleh lebah. Tentu saja, sifat-sifat itu sendiri memang merupakan ilham dari Allah swt. seperti yang Dia firmankan, “Dan Rabbmu mewahyukan (mengilhamkan) kepada lebah: ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia. Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Rabbmu yang telah dimudahkan (bagimu).’ Dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Rabb) bagi orang-orang yang memikirkan.” (An-Nahl: 68-69)

Sekarang, bandingkanlah apa yang dilakukan lebah dengan apa yang seharusnya dilakukan seorang mukmin, seperti berikut ini:

Hinggap di tempat yang bersih dan menyerap hanya yang bersih.

Lebah hanya hinggap di tempat-tempat pilihan. Dia sangat jauh berbeda dengan lalat. Serangga yang terakhir amat mudah ditemui di tempat sampah, kotoran, dan tempat-tempat yang berbau busuk. Tapi lebah, ia hanya akan mendatangi bunga-bunga atau buah-buahan atau tempat-tempat bersih lainnya yang mengandung bahan madu atau nektar.

Begitulah pula sifat seorang mukmin. Allah swt. berfirman:

"Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu." (Al-Baqarah: 168)

"(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung." (Al-A’raf: 157)

Karenanya, jika ia mendapatkan amanah dia akan menjaganya dengan sebaik-baiknya. Ia tidak akan melakukan korupsi, pencurian, penyalahgunaan wewenang, manipulasi, penipuan, dan dusta. Sebab, segala kekayaan hasil perbuatan-perbuatan tadi adalah merupakan khabaits (kebusukan).

Mengeluarkan yang bersih.
Siapa yang tidak kenal madu lebah. Semuanya tahu bahwa madu mempunyai khasiat untuk kesehatan manusia. Tapi dari organ tubuh manakah keluarnya madu itu? Itulah salah satu keistimewaan lebah. Dia produktif dengan kebaikan, bahkan dari organ tubuh yang pada binatang lain hanya melahirkan sesuatu yang menjijikan. Belakangan, ditemukan pula produk lebah selain madu yang juga diyakini mempunyai khasiat tertentu untuk kesehatan: liurnya!

Seorang mukmin adalah orang yang produktif dengan kebajikan. “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77)

Al-khair adalah kebaikan atau kebajikan. Akan tetapi al-khair dalam ayat di atas bukan merujuk pada kebaikan dalam bentuk ibadah ritual. Sebab, perintah ke arah ibadah ritual sudah terwakili dengan kalimat “rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Rabbmu” (irka’u, wasjudu, wa’budu rabbakum). Al-khair di dalam ayat itu justru bermakna kebaikan atau kebajikan yang buahnya dirasakan oleh manusia dan makhluk lainnya.

Segala yang keluar dari dirinya adalah kebaikan. Hatinya jauh dari prasangka buruk, iri, dengki; lidahnya tidak mengeluarkan kata-kata kecuali yang baik; perilakunya tidak menyengsarakan orang lain melainkan justru membahagiakan; hartanya bermanfaat bagi banyak manusia; kalau dia berkuasa atau memegang amanah tertentu, dimanfaatkannya untuk sebesar-besar kemanfaat manusia.

Tidak pernah merusak
Seperti yang disebutkan dalam hadits yang sedang kita bahas ini, lebah tidak pernah merusak atau mematahkan ranting yang dia hinggapi. Begitulah seorang mukmin. Dia tidak pernah melakukan perusakan dalam hal apa pun: baik material maupun nonmaterial. Bahkan dia selalu melakukan perbaikan-perbaikan terhadap yang dilakukan orang lain dengan cara-cara yang tepat. Dia melakukan perbaikan akidah, akhlak, dan ibadah dengan cara berdakwah. Mengubah kezaliman apa pun bentuknya dengan cara berusaha menghentikan kezaliman itu. Jika kerusakan terjadi akibat korupsi, ia memberantasnya dengan menjauhi perilaku buruk itu dan mengajukan koruptor ke pengadilan.

Bekerja keras
Lebah adalah pekerja keras. Ketika muncul pertama kali dari biliknya (saat “menetas”), lebah pekerja membersihkan bilik sarangnya untuk telur baru dan setelah berumur tiga hari ia memberi makan larva, dengan membawakan serbuk sari madu. Dan begitulah, hari-harinya penuh semangat berkarya dan beramal. Bukankah Allah pun memerintahkan umat mukmin untuk bekerja keras? “Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Alam Nasyrah: 7)

Kerja keras dan semangat pantang kendur itu lebih dituntut lagi dalam upaya menegakkan keadilan. Karena, meskipun memang banyak yang cinta keadilan, namun kebanyakan manusia–kecuali yang mendapat rahmat Allah–tidak suka jika dirinya “dirugikan” dalam upaya penegakkan keadilan.

Bekerja secara jama’i dan tunduk pada satu pimpinan
Lebah selalu hidup dalam koloni besar, tidak pernah menyendiri. Mereka pun bekerja secara kolektif, dan masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ketika mereka mendapatkan sumber sari madu, mereka akan memanggil teman-temannya untuk menghisapnya. Demikian pula ketika ada bahaya, seekor lebah akan mengeluarkan feromon (suatu zat kimia yang dikeluarkan oleh binatang tertentu untuk memberi isyarat tertentu) untuk mengudang teman-temannya agar membantu dirinya. Itulah seharusnya sikap orang-orang beriman. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaff: 4)

Tidak pernah melukai kecuali kalau diganggu
Lebah tidak pernah memulai menyerang. Ia akan menyerang hanya manakala merasa terganggu atau terancam. Dan untuk mempertahankan “kehormatan” umat lebah itu, mereka rela mati dengan melepas sengatnya di tubuh pihak yang diserang. Sikap seorang mukmin: musuh tidak dicari. Tapi jika ada, tidak lari.

Itulah beberapa karakter lebah yang patut ditiru oleh orang-orang beriman. Bukanlah sia-sia Allah menyebut-nyebut dan mengabadikan binatang kecil itu dalam Al-Quran sebagai salah satu nama surah: An-Nahl. Allahu a’lam.